[caption width="350" align="alignnone"]
Ins [/caption]
PINRANG -- Berdasarkan Sumber Dari KPU Pinrang Bakal calon Bupati dan Calon Wakil Bupati Kabupaten Pinrang yang akan menempuh jalur perseorangan pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2018 mendatang harus bekerja ekstra. Berdasarkan aturan, setiap pasangan calon (paslon) perseorangan mesti mendapatkan dukungan minimal 8,5 persen untuk kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) lebih dari 250.000 sampai 500.000.
“Jumlah DPT Pilpres 2014 lalu di Kabupaten Pinrang sebanyak 276.782. Berdasarkan Undang-Undang 10 Tahun 2016, dukungan calon perseorangan dibuat dalam bentuk surat dukungan yang disertai dengan fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) elektronik (e-KTP) atau surat keterangan yang diterbitkan dinas kependudukan dan catatan sipil. Jadi, setiap bakal calon perseorangan nantinya minimal mengumpulkan dukungan paling sedikit 23.527,” kata Ketua KPU Pinrang, Mansyur Hendrik,
Hal ini mengemuka dalam bedah UU 10 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 1 Tahun 2015 yang diselenggarakan KPU Pinrang, di ruang Media Centre. Bedah UU dipimpin langsung Mansyur Hendrik, didampingi empat komisoner lainnya masing-masing Hasbar, Rustan Bedmant, A Bakhtiar Tombong, dan Alamsyah. Turut serta Sekretaris KPU Pinrang Amir Tahir bersama sejumlah staf sekretariat dan pelajar Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang sedang melaksanakan Praktik Sistem Ganda (PSG) di KPU.
Dalam Pasal 7 ayat 2, UU 10 Tahun 2016, secara tegas juga menyebut bahwa anggota DPR/DPD/DPRD mesti mengundurkan diri sejak ditetapkan sebagai pasangan calon. Aturan ini juga berlaku bagi anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian RI (Polri), dan Pegawai Negeri Sipil (PNS), serta kepala desa atau sebutan lainnya. “Pengunduran diri ini secara tertulis dibuat sejak ditetapkan sebagai pasangan calon peserta pemilihan,” jelas Mansyur.
Masih dalam UU 10, pasal 73 secara tegas menyebutkan kewenangan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Berdasarkan putusan Bawaslu Provinsi, KPU Provinsi atau Kabupaten/Kota dapat mengenakan sanksi administrasi pembatalan sebagai pasangan calon (paslon) bagi calon yang terbukti melakukan pelanggaran seperti money politic. “Pasal 73 ayat 1; calon dan/atau tim kampanye dilarang menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara pemilihan dan/atau pemilih,” tegasnya.
Sementara itu komisioner KPU Pinrang, Ketua Divisi Sosialisasi dan SDM KPU Pinrang, Rustan Bedmant menambahkan bahwa bedah UU ini merupakan kelanjutan dari bedah aturan di KPU seperti peratuan KPU. Kegiatan ini dimaksudkan untuk memberikan kemudahan dalam memahami regulasi secara bersama-sama, baik komisioner maupun staf sekretariat. “Sejak tahun 2016, KPU Pinrang rutin melakukan bedah UU maupun Peraturan KPU. Rencananya, pekan depan kita lanjutkan dengan Peraturan KPU Nomor 5 Tahun 2015 tentang sosialisasi dan partisipasi masyarakat yang sempat terpending saat Ramadhan1437 H,” katanya. (*)
Sb.(kpu.go.id/Pinrang/Har)
PINRANG -- Berdasarkan Sumber Dari KPU Pinrang Bakal calon Bupati dan Calon Wakil Bupati Kabupaten Pinrang yang akan menempuh jalur perseorangan pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2018 mendatang harus bekerja ekstra. Berdasarkan aturan, setiap pasangan calon (paslon) perseorangan mesti mendapatkan dukungan minimal 8,5 persen untuk kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) lebih dari 250.000 sampai 500.000.
“Jumlah DPT Pilpres 2014 lalu di Kabupaten Pinrang sebanyak 276.782. Berdasarkan Undang-Undang 10 Tahun 2016, dukungan calon perseorangan dibuat dalam bentuk surat dukungan yang disertai dengan fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) elektronik (e-KTP) atau surat keterangan yang diterbitkan dinas kependudukan dan catatan sipil. Jadi, setiap bakal calon perseorangan nantinya minimal mengumpulkan dukungan paling sedikit 23.527,” kata Ketua KPU Pinrang, Mansyur Hendrik,
Hal ini mengemuka dalam bedah UU 10 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 1 Tahun 2015 yang diselenggarakan KPU Pinrang, di ruang Media Centre. Bedah UU dipimpin langsung Mansyur Hendrik, didampingi empat komisoner lainnya masing-masing Hasbar, Rustan Bedmant, A Bakhtiar Tombong, dan Alamsyah. Turut serta Sekretaris KPU Pinrang Amir Tahir bersama sejumlah staf sekretariat dan pelajar Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang sedang melaksanakan Praktik Sistem Ganda (PSG) di KPU.
Dalam Pasal 7 ayat 2, UU 10 Tahun 2016, secara tegas juga menyebut bahwa anggota DPR/DPD/DPRD mesti mengundurkan diri sejak ditetapkan sebagai pasangan calon. Aturan ini juga berlaku bagi anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian RI (Polri), dan Pegawai Negeri Sipil (PNS), serta kepala desa atau sebutan lainnya. “Pengunduran diri ini secara tertulis dibuat sejak ditetapkan sebagai pasangan calon peserta pemilihan,” jelas Mansyur.
Masih dalam UU 10, pasal 73 secara tegas menyebutkan kewenangan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Berdasarkan putusan Bawaslu Provinsi, KPU Provinsi atau Kabupaten/Kota dapat mengenakan sanksi administrasi pembatalan sebagai pasangan calon (paslon) bagi calon yang terbukti melakukan pelanggaran seperti money politic. “Pasal 73 ayat 1; calon dan/atau tim kampanye dilarang menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara pemilihan dan/atau pemilih,” tegasnya.
Sementara itu komisioner KPU Pinrang, Ketua Divisi Sosialisasi dan SDM KPU Pinrang, Rustan Bedmant menambahkan bahwa bedah UU ini merupakan kelanjutan dari bedah aturan di KPU seperti peratuan KPU. Kegiatan ini dimaksudkan untuk memberikan kemudahan dalam memahami regulasi secara bersama-sama, baik komisioner maupun staf sekretariat. “Sejak tahun 2016, KPU Pinrang rutin melakukan bedah UU maupun Peraturan KPU. Rencananya, pekan depan kita lanjutkan dengan Peraturan KPU Nomor 5 Tahun 2015 tentang sosialisasi dan partisipasi masyarakat yang sempat terpending saat Ramadhan1437 H,” katanya. (*)
Sb.(kpu.go.id/Pinrang/Har)