-->

Notification

×

Indeks Berita

Abd. Rasyid; Menggugat Kritisisme Pemuda Dan Mahasiswa

Minggu, 28 Oktober 2018 | Oktober 28, 2018 WIB | 0 Views Last Updated 2018-10-28T04:11:29Z
Penulis: Abd. Rasyid (Pemuda Desa)

OPINI,--Sebelumnya, penulis ingin mengklarifikasi lebih awal bahwa tulisan ini bukan bermaksud untuk menyudutkan siapa pun, ini murni ekspresi dan penilaian subjektif pribadi sebagai pemuda desa yang sedang belajar, sehingga lewat momen sumpah pemuda saya ingin menyampaikan bahwa Negara hari ini dalam keadaan TIDAK baik-baik saja.

Sebagai Negara yang besar dan kaya, Indonesia seharusnya menjadi negara yang maju, mandiri dan berdaulat, seperti cita-cita founding father yang dikenal dengan istilah trisakti yaitu Berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan. Ketiga poin ini menjadi pekerjaan rumuh bagi generasi bangsa yang harus terealisasi.

Namun kurang lebih 73 tahun pasca kemerdekaan, bangsa ini tetap saja dalam pusaran masalah bahkan Negara tengah diperhadapkan dengan berbagai tantangan yang cukup kompleks seperti pendidikan, budaya, ekonomi, hukum, politik, agama dan lain-lain, sehingga diharap kemampuan dan ketegasan pemimpin untuk mengatasinya sangat penting, Negara harus mengeksplorasi kekayaannya secara baik dan mandiri, bukan Negara dependensi (ketergantungan) juga bukan pemimpin yang mempraktekan politik kekuasaan dan konsep ekonomi kapitalistik yang sarat akan eksploitasi dan akumulasi, olehnya itu kontrol dan pengawasan yang intensif dari masyarakat luas sangat dibutuhkan salah satunya adalah mahasiswa.

Mahasiswa Sebagai kelompok agent of change (pelopor perubahan) dan agent of control seyogyanya mampu menarasikan otoritas itu dalam aksi-aksi rill seperti kajian atau diskusi-diskusi publik, menulis atau bahkan dengan berdemonstrasi. Semua tindakan tersebut adalah bagian dari respon rasional terhadap masalah yang ada karna merekalah yang menjadi pelopor terhadap perubahan sosial sekaligus sebagai pengawal kebijakan-kebijakan pemerintah, bukan bungkam dan tutup mata apa lagi lupa, mahasiswa harus menyadari bahwa dipundak mereka telah ada beban moral yang melekat secara otomatis.

Kalau kita buka sejarah, maka kita akan melihat betapa besar kontribusi dan perjuangan anak muda dan mahasiswa terhadap negara, kemerdekaan tidak akan tercapai tanpa campur tangan pemuda yang saat itu mendesak Soekarno untuk memproklamasikan kemerdekaan. Begitupun saat tumbangnya Presiden Soekarno juga karna tekanan pemuda dan militer yang pada akhirnya menerbitkan surat perintah 11 maret 1966 yang dikenal dengan sebutan Supersemar, pada tahun 1974 penolakan besar-besaran mahasiswa terhadap tingginya modal asing dalam negeri mengakibatkan peristiwa demonstrasi dan kerusuhan sosial yang dikenal dengan Mala Petaka Lima Belas Januari (Malari) dan masih banyak perubahan-perubahan besar yang dipelopori Mahasiswa, puncaknya adalah jatuhnya Presiden Soeharto 1998 dibawah tekanan demonstrasi massif mahasiswa pada saat itu.

Melihat semangat perjuangan mahasiswa yang cukup besar seharusnya tetap terpelihara hingga saat ini. Namun faktanya berbeda, Negara Indonesia beberapa tahun terakhir mengalami masalah besar, harga kebutuhan pokok naik, harga jual komoditi menurun, nilai mata uang rupiah anjlok, ekonomi kerakyatan tertinggal akibat menjamurnya pasa-pasar moderen, budaya lokal terus tergeruk oleh proses asimilasi budaya pop/barat, radikalisme, persekusi, kekayaan alam diperjual belikan, tenaga kerja asing berdatangan tanpa henti semua ini adalah ancaman nyata bahkan sudah di depan mata yang harus disikapi oleh kritikus-kritikus bangsa.

Tapi apa yang membuat belakangan ini budaya kritik mahasiswa cenderung menurun dan lemah, idealisme terkurung, logika terkungkung dan akal terpasung layaknya manusia yang mengalami kelumpuhan. Fenomena ini mengingatkan kita akan peristiwa buruk yang pernah dialami oleh mahasiswa jaman orde baru yaitu pada tahun 1978 mereka dilumpuhkan secara sistemik dengan terbitnya peraturan menteri pendidikan pada jaman itu yang mengatur soal aktifitas di dalam kampus yang biasa kita dengar dengan istilah Normalisasi Kehidupan Kampus dan Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK), peraturan ini lahir sebagai respon keras pemerintah atas gelombang protes mahasiswa yang sangat massif dan dianggap mengancam kekuasaan Orde Baru (Pak Harto).

Konsep Peraturan NKK/BKK ini sangat represif dan berhasil membalikkan aktivitas mahasiswa yang awalnya peduli terhadap persoalan-persoalan kebangsaan menjadi mahasiswa yang lebih asyik dengan dunianya sendiri dan samapi saat ini pengaruh dari kebijakan itu masih terasa, sangat jarang bahkan tidak ada lagi kelompok-kelompok diskusi dan kajian-kajian kita temui di pelataran dan koridor kampus dikarnakan padatnya waktu dan tugas-tugas kuliah, keadaan ini diproduksi secara sengaja sehingga mengalami pelemahan secara sistematis yang tanpa disadari oleh mereka (Mahasiswa) kalau hak politik dan kebebasannya telah dirantai oleh aturan-aturan pendidikan. Ini adalah metode pemerintah merepresif organisasi mahasiswa yang dianggap mengancam kekuasaannya.

Lemahnya budaya kritis dan control sosial saat ini menimbulkan berbagai spekulasi dan pertanyaan yang bernada kritik dari masyarakat "kemana Pemuda dan Mahasiswa??".
Seiring dengan pergeseran waktu ternyata ikut menyeret budaya kritis mahasiswa dan kelompok pemuda militan saat ini, mereka disibukkan dengan aktivitas masing-masing.

Padahal berbagai persoalan bangsa yang secara objektif butuh penetrasi dan kritikan dari kelompok pemuda dan mahasiswa namun tetap saja ketimpangan ini tak mampu mengetuk dan merangsang nurani dan nalar kritis mahasiswa, persoalan ekonomi, pendidikan, budaya, politik dan issu agama yang telah merambah ke semua lini kehidupan mendominasi pemberitaan media dan ruang publik semuanya hanya jadi tontonan dan bebas melanglang buana tanpa terhalang oleh sikap idealisme kaum intelek.

Hal yang demikian membenarkan pendapat sebagian orang bahwa mahasiswa sebagai kaum terpelajar dan kritis tengah mengidap penyakit amnesia, pesimis dan apatis bahkan telah mengalami degradasi ilmu pengetahuan sehingga lalai dan tidak mampu bertidak sesuai tugas-fungsinya. Tantangan zaman yang begitu kompleks harus mampu dijawab oleh kaum muda dan mahasiswa sebagai generasi pelanjut tapi toh yang ada mereka malah ikut menikmati dan terjebak di zona krisis bangsa saat ini. berbagai faktor kelemahan berfikir kaum muda/mahasiswa salah satunya adalah perkembangan teknologi yang memanjakan ternyata merubah perilaku masyarakat tak terkecuali mahasiswa menjadi prilaku yang hedon, terbiasa hidup serba instan sehingga proses berfikir mereka mengalami degradasi.

Semoga lewat momentum Sumpah Pemuda ini, semangat juang dan budaya kritis para pemuda dan mahasiswa kembali seperti sediakala.

Selamat Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 2018.

Hidup Rakyat.

Penulis: Abd. Rasyid (Pemuda Desa)

Coffee Ginseng 5 In 1

×
Berita Terbaru Update