-->

Notification

×

Indeks Berita

Pakan Alternatif Maggot BSF Dibudidayakan di Beberapa Titik Di Pinrang

Kamis, 15 Oktober 2020 | Oktober 15, 2020 WIB | 0 Views Last Updated 2020-10-15T00:49:58Z

 



Pakan Alternatif Maggot BSF Dibudidayakan di Beberapa Titik Di Pinrang


PINRANG,-- Maggot (larva) dari lalat hitam BSF (Black Soldier Fly) ternyata memiliki banyak manfaat dalam pengolahan sampah rumah tangga. Hasil olahannya dapat dimanfaatkan sebagai kompos, sedangkan larvanya sebagai pakan ikan dan ternak.



Selain di Kecamatan Paleteang kini Budidaya Maggot kini ada di budidayakan di BTN Sekkang Mas,  Kel. Bentenge, Kec. Watang Sawitto kab. Pinrang Sulawesi Selatan.



Ketua Bank Sampah Peduli Pinrang, Ali Topan mengungkapkan bahwa pihaknya yakin lalat BSF memiliki keunggulan dibandingkan lalat jenis lainnya dalam pengolahan sampah.



Pertama, BSF adalah serangga yang paling cepat mengurai sampah organik. Kedua, BSF dapat mengurangi kadar bau pada sampah. Ketiga, memiliki asam amino dan protein yang tinggi.



"Apa manfaatnya, pertama jauh lebih sehat dan kedua lebih cepat panen," ujarnya.



Hamka Budidaya di lokasi BTN sekkang Mas Pinrang (Penggiat Lingkungan) menyarankan bahan dan media yang digunakan adalah yg terfermentasi seperti buah, sayuran, nasi, dan lainnya.
Menurutnya, magot dari BSF mampu mengolah sampah menjadi kompos yang jumlah sebesar 10% dari bobot sampah keseluruhan.



Budidaya Maggot di Jampue, Kec. Lanrisang untuk Pakan Ikan, Paweroi menjelaskan bahwa daur ulang BSF berlangsung selama 44 hari. Siklusnya dimulai dari telur, larva, prepupa, pupa, hingga menjadi lalat yang kemudian kawin dan bertelur. "Magot [larva] yang dipanen berumur dua minggu," sambungnya.



Manager Teknis Bank Sampah, Asriadi Nakata mengungkapkan bahwa hasil olahan lalat BSF aman bagi kesehatan.
"BSF bukanlah pembawa vektor penyakit. Ketika hinggap, dia tidak menggigit," ujarnya. Memang kalau dilihat, ukuran lalat BSF lebih besar dari lalat lainnya. Kemudian, Ia mengungkapkan bahwa telur BSF akan menetas dalam waktu 3 hari. Setelah 7 hari dibiakkan di bak kecil, kemudian larva dipindahkan ke bak berukuran besar.



"Larva yang dihasilkan dari 10 gram telur bisa makan 100-120 kg sampah organik. Dia makan sampah jadi besar. Jadi putih besar. Di sinilah, bisa digunakan sebagai pakan," tuturnya.



Peneliti Balai Riset Budidaya Ikan Hias, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Melta Rini menegaskan bahwa secara morfologi larva BSF (magot) berbeda dengan belatung.



Menurutnya, BSF dengan lalat biasa (house fly) secara morfokogi dan bentuknya berbeda. "Untuk famili stratomidae dari kelompok hermetia [BSF] ini kita mengindonesiakannya bukan belatung tapi magot,".



Fase hidup antara keduanya berbeda. Fase larva lalat biasa lebih pendek daripada fase terbangnya (imago), sedangkan BSF fase larvanya yang lebih panjang.



Menurutnya, belatung tidak dapat mendegradasi sampah layaknya magot karena memiliki enzim pencernaan yang berbeda. "Dari telur ke lalat 44 hari. Tapi kita pakai untuk mendegradasi sampah cukup 9-10 hari. Prepupa dan pupa nggak dihitung untuk fase degradasi," terangnya.(Rls/har)

Coffee Ginseng 5 In 1

×
Berita Terbaru Update