Komisi II DPRD Pinrang Terima Aspirasi Korban Dugaan Manipulasi Data Nasabah Kredit Pensiunan Fiktif BNI
PINRANG, – Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Pinrang menerima aspirasi dari sejumlah pensiunan yang mengaku menjadi korban kasus kredit fiktif atas nama mereka di salah satu bank milik negara, BNI Cabang Pinrang. Selasa 17 Juni 2025
Sejumlah pensiunan mendatangi gedung DPRD Pinrang pada Selasa siang untuk menyampaikan keresahan mereka.
Terkait data Mereka digunakan untuk pencarian kredit pesiunan yang diduga fiktif, Mereka menduga adanya manipulasi data dan pemalsuan dokumen oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
Menanggapi hal tersebut, Komisi II langsung menggelar rapat dengar pendapat (RDP) dengan menghadirkan korban , perwakilan korban, dan pihak BNI Pinrang.
Ketua Komisi II DPRD Pinrang, Amri Manangkasi mengatakan pihaknya sangat prihatin atas persoalan ini dan berkomitmen mengawal penyelesaian kasus tersebut hingga tuntas.
“Kami akan menindaklanjuti temuan ini dan meminta BNI untuk memberikan penjelasan terbuka serta menyelesaikan hak-hak korban sesuai aturan yang berlaku,” ujar Ketua Komisi II.
Sementara itu, perwakilan BNI Pinrang yang hadir dalam pertemuan tersebut menyatakan akan melakukan investigasi internal dan berjanji akan bekerja sama dengan aparat penegak hukum jika ditemukan unsur pidana.
Kasus ini menambah daftar panjang dugaan penyalahgunaan fasilitas kredit yang menyasar para pensiunan. DPRD Pinrang berencana mengagendakan pemanggilan lanjutan terhadap pihak-pihak terkait, termasuk Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Para korban berharap kasus ini segera mendapat kejelasan hukum dan pelaku dapat diproses secara adil. Mereka juga meminta jaminan perlindungan dari penyalahgunaan data di kemudian hari.
Sebelumnya, Salah satu korban, MU, tak bisa menyembunyikan kekecewaannya saat menceritakan bagaimana orang tuanya menjadi korban dugaan penggelapan.
Pada tahun 2024 lalu, ayahnya mengajukan kredit pensiun sebesar Rp 100 juta. Namun, yang mereka terima bukan ketenangan — melainkan penipuan yang menyayat hati.
“Awalnya kami pikir semua normal. Tapi anehnya, kami tidak diberi buku tabungan. Setiap kali ditanya, MG hanya beri alasan,” ujar MU dengan nada berat.
Semua terungkap ketika keluarga MU akhirnya berhasil memeriksa buku tabungan sang ayah secara langsung di bank. Betapa terkejutnya mereka saat mengetahui jumlah pinjaman yang tercatat bukan Rp 100 juta, melainkan Rp 390 juta. Dari total itu, hanya Rp 100 juta yang diterima — sisanya, Rp 290 juta diduga digelapkan oleh MG.(Rls)