![]() |
Abdul Haris Kattong (Jurnalis Pinrang) |
OPINI: Bangun Dulu Baru Terbitkan Izinnya, Sebuah Pernyataan Yang Keliru!
OPINI, – Pernyataan “Bangun dulu baru terbitkan izinnya” jelas tidak sesuai dengan aturan hukum di Indonesia. Berdasarkan regulasi, setiap pembangunan wajib mengantongi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG)—yang menggantikan IMB—sebelum proyek dimulai. Jika aturan ini dilanggar, konsekuensinya bisa berupa sanksi administratif hingga pembongkaran bangunan.
Pernyataan tersebut seolah menggampangkan proses perizinan. Padahal, penataan dan pembangunan daerah adalah harapan masyarakat, sebagaimana termaktub dalam Pancasila: “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.” Tidak ada masyarakat yang menginginkan daerahnya tertinggal, apalagi ekonominya menurun. Semuanya tentang kesejahteraan dan keadilan.
Melalui tulisan ini mengangkat sebuah problem di masyarakat dan menjadi dinamika terkait berjalannya proses pembangunan yang begitu penuh "Drama", Saya pribadi mendukung ketika sebuah perusahaan besar berinvestasi hadir di suatu daerah memiliki dampak besar bagi kesejahteraan masyarakat setempat. Kehadirannya bukan hanya berpotensi meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), juga membuka lapangan kerja bagi putra-putri lokal, dan memberi efek positif bagi UMKM masyarakat sekitar.
Namun, jika adanya sebuah penyegelan sebuah bangunan siap beroperasi disegel dan sebelumnya proses pembangunan diketahui pemerintah sendiri, tentunya menjadi tanda tanya besar bagi publik efeknya juga berimbas ke masyarakat.
saya menilai ada yang keliru. Belum terbangunnya sebuah pemahaman hubungan sinkronisasi terkait perizinan, meski demikian Pihak manajemen seharusnya lebih dahulu mengurus perizinan, rekomendasi, dan segala ketentuan hukum maupun peraturan daerah yang berlaku di daerah tersebut. Setelah itu barulah pembangunan dan operasional bisa berjalan sesuai aturan yang berlaku.
Kasus seperti ini sebenarnya bukan pertama. Contoh Kasus Cukup ketik di Google: “.Usaha.. Mieeee ditutup karena izin belum terbit”, maka akan muncul sejumlah berita nasional dengan pola kasus serupa di beberapa daerah.
Pertanyaan kritisnya: Apakah manajemen sudah benar-benar mengurus izin? Jika sudah, apakah status izin tersebut clear? Jika iya, mengapa masih terjadi penyegelan? Apakah ada indikasi “bangun dulu, urus izin belakangan”?
Hal ini jelas bertentangan dengan aturan hukum. Bisa jadi ada faktor lain: kebijakan mendesak, indikasi kolusi dan nepotisme dalam penerbitan izin, bahkan persaingan bisnis. Tidak menutup kemungkinan pula, ada unsur strategi marketing atau tekanan dari internal manajemen sendiri.
Fakta di lapangan menunjukkan, hampir di setiap daerah Fenomena ini tentu menimbulkan tanda tanya besar bagi publik. Efeknya juga sangat berdampak kepada masyarakat.
Dari fenomena pernyataan “Bangun dulu baru terbitkan izinnya” agar jadi masukan konstruktif, bukan sekadar kritik:
Solusi Komplit atas Pernyataan “Bangun Dulu Baru Terbitkan Izinnya”
Pernyataan tersebut jelas bertentangan dengan regulasi. Namun agar kasus seperti ini tidak terus berulang, perlu ada solusi yang menyeluruh dari berbagai pihak—pemerintah, pelaku usaha, hingga masyarakat. Berikut langkah-langkah solutif:
1. Bagi Pemerintah Daerah & Regulator
Percepat Proses Perizinan
Sering kali masalah muncul karena birokrasi yang berbelit dan lamban. Pemda harus memastikan sistem Online Single Submission (OSS) benar-benar efektif dan transparan.
Transparansi & Kepastian Hukum
Publikasikan status izin secara real-time agar pelaku usaha tidak bingung dan masyarakat tahu mana usaha yang legal atau belum.
Sosialisasi Intensif
Banyak investor atau pengusaha tidak paham detail aturan baru seperti PBG. Pemda wajib mengadakan sosialisasi berkala, khususnya bagi usaha besar yang masuk ke daerah.
Tegakkan Aturan Tanpa Tebang Pilih
Jika ada pelanggaran, sanksi harus diterapkan merata. Jangan sampai ada kesan kolusi, nepotisme, atau pilih kasih.
2. Bagi Manajemen Brand / Pelaku Usaha
Urus Izin Sebelum Membangun
Jangan lagi menunggu bangunan berdiri baru izin dikejar. Pahami bahwa izin bukan formalitas, tapi syarat legal yang menentukan keberlangsungan usaha.
Bangun Tim Legal Internal
Perusahaan harus punya divisi khusus yang fokus mengurus izin, regulasi, dan hubungan dengan pemerintah daerah.
Komunikasi dengan Pemda Sejak Awal
Sebelum melakukan pembangunan, lakukan koordinasi intensif dengan pemerintah setempat agar tidak terjadi miskomunikasi.
Patuhi Perda dan Tata Ruang
Banyak kasus muncul karena lokasi bangunan tidak sesuai tata ruang. Hal ini harus dicek sebelum proyek berjalan.
3. Bagi Masyarakat & UMKM Lokal
Kritis tapi Objektif
Jangan hanya melihat dari sisi negatif (misalnya iri karena pesaing besar masuk). Masyarakat bisa mengawasi izin agar adil, tapi juga memanfaatkan peluang ekonomi.
Kolaborasi dengan Brand Besar
UMKM bisa belajar standar manajemen, pemasaran, hingga pengelolaan dari brand besar. Alih-alih tersingkir, mereka bisa naik kelas.
Dorong Pemerintah untuk Transparan
Suara masyarakat penting agar tidak ada celah kolusi atau praktik tidak sehat dalam penerbitan izin.
4. Solusi Sistemik Jangka Panjang
Digitalisasi Proses Perizinan Daerah
Integrasikan OSS dengan sistem lokal sehingga izin lebih cepat, akurat, dan minim potensi pungli.
Audit Rutin & Independen
Lakukan audit tahunan atas proses perizinan agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang.
Regulasi Konsisten Nasional-Daerah
Sinkronisasi aturan pusat dan daerah harus diperkuat. Banyak kasus muncul karena perbedaan tafsir aturan antara pusat dan daerah.
Kesimpulan
Pernyataan “Bangun dulu baru terbitkan izinnya” lahir dari lemahnya komitmen terhadap aturan dan lambannya birokrasi. Solusi komplit harus melibatkan pemerintah daerah yang transparan, pengusaha yang taat regulasi, serta masyarakat yang kritis dan kolaboratif. Dengan begitu, pembangunan bisa berjalan lancar, ekonomi daerah tumbuh, dan hukum tetap ditegakkan.(*****)
Diolah dari Beberapa Sumber Sesuai aturan dan ketentuan undang-undang berlaku.
Penulis: Abdul Haris Kattong (Jurnalis)